Asal-Usul Nama Pulau Bali
Asal-Usul Nama Pulau Bali, Penceramah sekaligus penulis buku-buku agama Hindu, I Ketut Wiana pernah menulis buku dengan judul Mengapa Bali Disebut Bali? Dalam buku itu, Wiana mencoba menjelaskan makna kata Bali sebagai wujud harapan para leluhur yang menamai pulau mungil berbentuk palu godam ini dengan nama Bali.
Pertanyaan tentang mengapa Bali disebut Bali disusul kemudian dengan pertanyaan sejak kapan sejatinya Bali sebagai nama pulau mungil dikenal dengan nama Bali? Pertanyaan ini hingga kini masih sulit ditelusuri. Sumber-sumber historis belum memberikan informasi tuntas mengenai permulaan pulau berbentuk palu godam ini bernama
IB Putu Bangli dari Griya Taman Bali, Desa Adat Sanur Kaja menguraikan tiga nama untuk Pulau Bali yakni wali, bali, dan banten. Sebagaimana ditulisnya dalam buku, Mutiara dalam Budaya Hidu Bali (2005) ketiga istilah itu memiliki makna yang sama yakni ‘persembahan’.
Jika merunut prasasti-prasasti yang ditemukan di Bali, ketiga nama itu memang paling banyak disebut. Dalam Prasasti Blanjong yang berangka tahun 835 Saka (913 Masehi) tertera kata ‘walidwipa’. Prasasti Blanjong disebut-sebut sebagai prasasti tertua yang ditemukan di
Sementara itu, pada Prasasti Gobleg, Pura Desa II yang berangka tahun 905 Saka (983 Masehi) ditemukan kata ‘bali’. Dalam prasasti ini ditemukan kata-kata “…..siwyan…..dini di
Kata ‘bali’ untuk menyebut nama Pulau Bali ini juga ditemukan ditemukan dalam Prasasti Raja Jayapangus antara lain dalam prasasti Buahan D (1103 Saka). Dalam prasasti ini ditemukan kalimat berbunyi, “…..pinaka pangupajiwaning jiwa jiwa wardhana ring
Jika dicermati, ada kesamaan antara kata ‘wali’ dan ‘bali’. Dalam bahasa
Selain wali dan bali, ada juga kata lain yang dipakai menamakan Pulau Bali yakni banten. Hal ini, menurut IB Bangli, dapat ditemukan dalam prasasti Tengkulak A yang bertahun Saka 945 (1023 Masehi). Prasasti ini memuat kata-kata “……siniwi ring desa banten….” yang artinya “dihormati di Pulau
Sebutan Banten ditemukan pula dalam kaitannya dengan nama salah seorang raja Bali Kuna yang ditemukan dalam prasasti Langgahan yang bertahun Saka 1259 (1337 Masehi). Raja Bali Kuna ini bernama Paduka Batara Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten yang dapat diartikan, raja ibarat delapan dewa (penguasa arah mata angin) sebagai permatanya Pulau Banten.
Kata banten pun, menurut IB Bangli, memiliki makna yang sama dengan wali dan bali yakni 'persembahan'. Kata Bali dianalogikan dengan perubahan kata sebagai bentuk ungkapan halus dalam Bahasa Bali seperti kata sari dengan santen (sari), negari dengan negantun (negara), sesari dengan sesantun (isi) inti dari persembahan, kari dengan kantun (masih).
Wiana menyebut sumber tertua yang menggunakan istilah
“Upacara ynag ditujukan kepada bhuta (unsur yang membentuk alam) disebut juga Bali oleh kitab Rg Veda. Begtitu juga dalam kitab Manawa Dharmasastra. III. 70. 74. dan 81, kata Wiana.
Di dalam kitab itihasa dan purana juga banyak dijumpai istilah Bali. Misalnya dalam Wisnu Purana danMatsya Purana menceritakan Maha Bali Putra dari Wairocana dan cucu Prahlada.
Karena itulah, Wiana berpendapat istilah Bali yang dipakai sekarang bukan berasal dari bahasa Bali. Nama Bali sebagai nama pulau maupun sebagai nama Menurut Wiana,
“Pengaruh kebudayaan India di Indonesia termasuk
Namun, sejumlah sumber babad juga menyebut nama bangsul untuk nama Pulau Bali. Para pedagang Cina menyebut dengan nama berbeda, dwapatan.
Para pelaut asing sendiri baru mengenal Bali mulai abad ke-16. Awalnya, seorang pelaut Portugis, Fernao Mendez Pinto menyebut
Namun, umumnya pelaut-pelaut asing mengenal Bali dalam nama yang beragam.