Apa Itu Lontar Pasuk Wetu
Lontar Pasuk Wetu
saat sebelum membaca sekulas mengenai lontar pasuk wetu, sebaiknya anda membaca artikel awalnya yang dengan judul "Belajar tenaga Dalam Religius Bali" sebab yang diulas di bawah ini ada hubungannya dengan artikel itu.
"Belajar tenaga Dalam Religius Bali" adalah pendahuluan pengetahuan yang bisa dipakai untuk tiap orang yang akan memperdalam tuntunan pasuk wetu atau yang lebih diketahui dengan tuntunan kanda pat. untuk lebih detilnya, tuntunan itu diterangkan dalam pengkajian berikut:
Pasuk Wetu (Kanda Pat)
Banyak ilmu-ilmu pengetahuan dari beberapa nenek moyang yang dirahasiakan bahkan juga banyak yang telah musnah sebab lontar-lontar tidak disalin dan remuk sebab telah tua. Oleh karena itu mari kita menjaga dan dalami yang masih sisa, diantaranya ialah lontar-lontar yang mengulas tuntunan ‘Pasek Wetu'. Pasuk wetu adalah pengetahuan yang pelajari (langkah masukkan dan keluarkan Kanda pat dari pada tubuh)
Pekerjaan Kanda Pat
Kanda pat atau si catur sanak memiliki pekerjaan jaga dan membimbing umat manusia sesuai tujuan dan arah manusia tersebut semenjak bayi ada dalam kandung ibunya, seperti pada catat dalam lontar "Kanda Pat Sejeroning Garba" nama dari kanda pat itu: - Babu abera
- Babu sugian
- Babu lembana
- Babu kekered
- Yang paling akhir ialah bayi itui sendiri yang namanya I Lega Prana.
Sesudah 9 bulan dalam kandung si ibu karena itu lahirlah bayi itu ke dunia (bhuana agung) dituruti oleh si catur sanak…inilah bentuk kanda pat yang dapat di raba…..Yeh nyom, Getih, Banah (lamas), Ari-ari. Semenjak waktu itu berbeda pulalah nama kanda pat sejeroning garba jadi kanda pat rare. Namanya juga berbeda : - I Jelahir
- I selabir
- I Mekahir
- I Selahir
- Yang ke-5 bayi tersebut yang saat ini namanya I Papar Menget.
Lanjutan proses rare atau sang bayi akan bertambah jadi beberapa anak, tetapi semenjak bisa mulai merayap dan sanggup bicara panggil Ayah-Ibunya karena itu si catur sanak juga alami perombakan kembali. Tinggalkan badan si anak ke empat seluruh dunia. Ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara. Semasing mereka itu jadi Daitya (Raksasa). Perombakan bentuk dari kanda pat rare manjadi Kanda Pat Bhuta, yakni : - I Jelahir ke timur beralih menjadi Daitya/ Bhuta Anggapati
- I Selabir ke selatan beralih menjadi Daitya/ Bhuta Mrajapati
- I Mokahir ke barat beralih menjadi Daitya/ Bhuta Banaspati
- I Selahir ke utara beralih menjadi Daitya/ Bhuta Banaspati Raja
- Yang ke-5 atau I Papar Menget yang ada dalam diri sendiri beralih menjadi Si Saat Mretyu atau si Angkusprana
Kanda Pat Butha
Kanda pat ini mempunya karakter yang paling sesuai namanya Bhuta yang di definisikan bodoh atau awidya. Jadi sikap orang yang bodoh (awidya) benar-benar serupa dengan sikap beberapa anak yang ingin menang sendiri, dan benar-benar mencolok karakter egoisme atau keakuannya. Ini disebabkan sebab ketidak tauan si anak dengan keempat saudaranya yang mengikut tubuh si anak semenjak lahir yakni: - I Mekahir yang ke selatan,
- I Jelahir ke timur,
- I Salahir ke barat, dan
- I Mokahir ke utara.
Ketidak tauan ini berlangsung karena ke-4 saudara si anak sudah bertukar nama jadi I Anggapati, I Mrajapati, I Banaspati, I Banaspatiraja.
Bila ke-4 saudaranya tidak dikenali kehadirannya ke-4 saudra itu bisa menjadi lawan membuat penyakit untuk menyakitimu dan kamu akan sakiti seseorang seperti karakter si butha. Tetapi bila anak sudah mengetahui keempat saudaranya yang lahir kamu akan dilindungi dari semua musibah. Dengan begitu kita selaku manusia diinginkan eling atau ingat sama mereka yang mengikuti kita sepanjang hidup sampai wafat, kita jangan egois cuman pikirkan karakter duniawi semata-mata tetapi kita harus pikirkan beberapa hal yang memiliki sifat religiusous supaya terbentuk kesetimbangan di dalam jalani satu kehidupan
Kanda Pat Sari
Bicara mengenai kalimat di atas, ialah terdiri dari 3 patah kata diantaranya Kanda, Empat dan Sari. Tentang hal arti yang terdapat pada semasing kata itu berikut ini akan diuraikan yakni : Kanda berarti Narasi = Papar = Petuah
Empat berarti Cakra = Cakrawala = Dunia
Sari berarti = Tersisa = Sisa = Akhir
Penjabaran Kata Kanda :
Kata Kanda ialah mempunyai tujuan untuk ungkap kembali lagi atau menegaskan kembali, ada pitutur mulia dari beberapa nenek moyang kita di Bali. Beliau menjelaskan jika dalam kenyataan kehidupan umat manusia, yakni bagaimana juga saktinya manusia itu, bagaimana juga pinternya seorang, bagaimana juga berkuasanya mereka, bagaimana juga kayanya, pasti masihlah ada kehidupan yang melewati umat manusia. Bahkan juga keunggulannya itu, kadang tiba dengan mendadak pada akhirnya manusia dibikinnya habis berpikir. Pasti yang disebutkan memiliki daya lebih, melewati daripada umat manusia, ialah Ida SangHyang Widi Wasa dengan semua karakterNya yang berbeda. Seluruh karakter Beliau itu memiliki kelebihan, hingga umat manusia di hadapanNya tidak dapat berdaya. Seorang bisa saja memberi komentar jika dianya ialah pribadinya Ida SangHyang Widi Wasa, namun yang penting dimaklumi jika posisi manusia, terus ada dalam kekurangan, kebatasan dan keterikatan. Contoh kecil saja; bila umat manusia diminta membuat lalat saja, telah pasti mereka tidak mampu meskipun pada jaman saat ini bisa membuat tehnologi hebat dan kekinian.
Disanalah letak kekurangannya, saat ini adakah kehidupan yang tumbuh berkembang pada Bumi ini ciptaan umat manusia, pasti jawabnya tidak ada. Umat manusia disebutkannya, terus ada dalam kebatasan, sebab malah hidup mereka tidak abadi, dan merangkumun tidak semuanya tahu apakah yang berada di belakangnya dan peristiwa apa yang ada di ini hari. Seekarang apa seluruh peristiwa itu bisa ditanganinya, pasti jawabnya pun tidak dapat dan ada banyak kebatasan umat manusia. Begitupula umat manusia, disebutkannya terus ada dalam keterikatan, sebab bila tiada udara saja, atau mungkin tidak ada napas pada tubuh manusia, telah pasti mereka bisa menjadi mati. Saat ini apa manusia dapat hidup tiada napas, pasti jawabnya tidak dapat, ada banyak keterikatan dibanding hidup manusia. Oleh karenanya, karena itu hidup ini membutuhkan berhati-hati, bangun sikap introspeksi diri dan awas paraning laris, seluruh peristiwa yang ada disekitar kita, sangkanya perlu di perhatikan lebih dulu. Arah dibanding penjabaran ini, ialah agar kita dapat membandingkan, yang mana disebutkan Tuhan dan yang mana disebutkan manusia. Jadi jelaslah jika Tuhan itu, memiliki karakter super sempurna dan maha dari segalanya, tentang hal umat manusia ciptaanNya, sedikit lidipun kekuatannya belum sampai, dibanding dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasar peristiwa itu, karena itu posisi seorang tak perlu di besar-besarkan, lebih-lebih mengkultuskannya demikian arti yang terdapat Tatwa Kanda Empat Sari. Seperti bicara di atas, Tuhan Yang Maha Esa bukan manusia dan manusia itu bukan Tuhan itu. Bila diingat hidup ini, bukan berawal dari mereka, yang memberikan hidup dan kehidupan bukanlah ia. Landasan kenyataan itu, yang sangkanya perlu jadi dasar, untuk mengantar hidup ini supaya tidak menyelimpang dibanding sumber. Jika berlangsung penyelewengan, lalu manusia yang di besar-besarkan dan disembah, peristiwa seperti itu yang sangkanya perlu di evaluasi kembali lagi.
Penjabaran Kata Empat
Kata empat di sini berarti untuk mengulas jika dimana saja umat manusia ada, malah dalam tempat itu mereka langsung menyesuaikan dengan alam lingkungan sekelilingnya. Tujuannya di mana bumi dijejak malah dalam tempat itupulalah langit di dukung. Disanalah juga umat manusia hidup membahur dengan sesamanya dalam situasi yang berbeda. Sesuai kehendak Tuhan Yang Maha Esa, supaya hidup umat manusia dapat Rahayu dalam alam Bhineka, karena itu kita diinginkan berperanan aktif untuk sanggup menumbuh bangun sikap toleransi yakni sama-sama asah,asih,asuh. Buat merealisasikan hidup yang serasi malah kita diinginkan sadar dan ingin menumbuh bangun sikap sama-sama mengharga, antara umat berlagakma dan sama-sama hormat menghargai, antara beberapa pengikut keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa, hingga terbina hidup rukun, sesuai cocok dan imbang, sama landasan Ketuhanan Yang Maha Esa , menurut landasan kemanusiaan yang adil dan beradap.
Karena bagaimana juga saja, umat manusia yang berada di seputar kita, mereka ceritanya sama di depan Tuhan Yang Maha Esa, bahkan juga malah mereka itu juga berawal dari beliau. Kehidupan umat manusia yang ada disekitar kita, semuanya ialah rekan hidup kita dan merangkumun posisinya sama memiliki keharusan, yakni berusaha mamayu rahayuning sarire dan memayu rahayuning buwono. Di dalam kenyataan kehidupan dimana saja umat manusia itu domisili malah di tempat itu juga langsung mereka memiliki rekan hidup yang selanjutnya di juluki sedulur papat ke-5 pancer.
Tujuannya jika kita contohkan dalam diri sendiri, dimana saja kita ada malah disana juga tentu saja kita memiliki tetangga yang berada di depan yang tempati arah kanan, yang berada di belakang, yang tempati arah kiri, terhitung rekan hidup pada sebuah rumah tangga atau keluarga peristiwa berikut yang diberi nama sama dengan panggilan sedulur papat kalmia pancer. Jika pemahaman dari sedulur papat kalima pancer ruangan cakupannya lebih dibesarkan akan terlihat di muka kita ialah rekan hidup dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Penjabaran Kata Sari
Tentang hal makna daripada kata Sari, ialah berarti untuk ungkap, jika hidup ini diinginkan dapat, agar tinggalkan sisa (Sari) tujuannya saat sebelum kita terpanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa, atau selagi kita ini dikasih keyakinan untuk hidup, di kesempatan berikut, kita berusaha semaksimal kemungkinan supaya nantinya selanjutnya dapat tinggalkan sisa/layanan yang bermanfaat untuk warga luas. Umat manusia selaku wakil Ida Si Hyang Widhi Wasa, diinginkan melakukan perbuatan sebagus-baiknya, supaya pada gilirannya kelak kita jadi anutan. Tatwa Kanda Empat Sari, berarti untuk bercerita panjang lebar, mengenai dunia orang yang suah masuk Rumah Tangga. Tujuannya bila hidup ini telah berumah tangga, bermakna kita telah disebutkannya tua dan sekalian mempunyai perasaan tanggung-jawab, khususnya ke keluarga dan dirinya.
Biasanya bila kita telah berumah tungga, minimum terhitung sejak mulai itu, hidup kita telah memiliki program, mengenai apa yang akan dikasih ke beberapa anak selaku gemerasinya. Selain itu ketika kita telah tua, saat itu kebalikannya, kita melakukan Upacara Pewintenan, dengan arah untuk menyucikan diri dari religius. Kata Sari selain ungkap mengenai tersisa/sisa, berarti untuk menyebutkan, nilai-nilai mulia Ida Si Hyang Widhi Wasa. Beliaulah selaku pembuat Tunggal, ada Dunia dan didalamnya. Peristiwa itu adalah sari/sisa, dari Ida Si Hyang Widhi Wasaserta seterusnya diberikan seutuhnya ke umat manusia. Tujuannya meskipun Ida Si Hyang Widhi Wasa, salah satu selaku Maha Pembuat, namun pada penataannya, ditanggung ke umat manusia selaku wakilNya. Jadi akhirnya pada arah hidup, intisarinya untuk cari hidup nyaman di Dunia dan nyaman di Sorga. Saat ini untuk menjebatani hidup ini, sampai pada maksudnya itu, menurut keyakinan yang berkembang dalam masyarakat Bali, dilakukan dengan 2 langkah yakni : Sekala dan Niskala. Dari Kanda Pat Bhuta yang memiliki sifat awidya (bodoh) ke arah Kanda Pat Sari yang memiliki karakter widya (pintar). Karena itu di sini akan dijabarkan Pasuk (masukkan) dan Wetu (keluarkan) dari Kanda Pat sari itu. Keluarkan bermakna untuk jaga keselamatan diri-sendiri.
Berikut mantra langkah memasukkan kanda pat pada tubuh (Pasek) dan keluarkan kanda pat dari pada tubuh. Masukkan kanda pat sari ke pada tubuh, Mantranya : I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, manjing akena amarga marig lambe, anerus alungguh ring Papusuh.
I ratu Wayan Tebeng, manjing akena amarga maring soca (mata), anerus alungguh ring Hati.
I Ratu Made Jelawung, manjing akena amarga maring karena, anerus alungguh ring Ungsilan ( ginjal)
I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, manjing akena amarga maring irung ( hidung), anerus alungguh ring Amperu (nyali).
I Ratu Ketut Petung manjing akena amarga maring Pabaan (ubun-ubun), anerus alungguh ring Bungkahin Hati (keneh/ hati)
Keluarkan Kanda Pat Sari dari pada tubuh untuk jaga keselamatan kita (Wetu). Mantranya : I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, ring papusuh, wetu sire amarga maring lambe (cangkem), alungguh ring arepku, kemit ingsun ring arep, yan ana satrunku dating maring arep, geseng tumpas saterunku kabeh kang ana dateng ring arep.
I Ratu Wayan Tebeng, ring hati, wetu sire amarga maring soca, alungguh ring bahuku tengen, kemit ingsun ring tengen, yan ana saterunku dating maring tengen, geseng tumpas saterunku kabeh kang ana dating ring tengen.
I Ratu Made Jelawung, ring ungsilan, wetu sire amarga maring karena, alungguh ring ungkur samangahan, kemit ingsun ring pungkur, yan ana saterunku dating maring pungkur, geseng saterunku kabeh kang ana dating ring pungkur.
I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, ring ampere, wetu sire amarga hirung, alungguh ring bahuku kiwa,kemit ingsun ring kiwa, yan ana dating saterunku maring kiwa, geseng tumpas saterunku kabeh kang ana dating ring kiwa.
I Ratu Ketut Petung, ring bungkahin hati, raksa awak sariranku kabeh, geseng tumpas tan pasesa saterunku kabeh kang ngupita ala-ala ring saya. Saya jaya abadi urip, tan keneng baya pati, tegar saya ring jero, tegar saya ring jaba, teguh3x, Ong sidhi-mandi wakya ngucap, teka sidhi3x, Ong , Sang, Bang, Tang, Ang, Ing.
Kanda Pat Dewa
Tuntunan Kanda Pat Dewa ini berkembang terutamanya di Bali. Dalam perubahan Hindu di Bali, saluran Siwa Sidhanta ialah paling besar penganutnya pada awal perubahan Hindu di Bali. Siwa Sidhanta mengajar jika Hyang Siwa ialah arah paling tinggi, beliaulah dipandang seperti Hyang Widhi dalam tiga perwujudan yakni Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa. Dalam Tri Murti, beliau ialah Brahma, Wisnu dan Iswara. Dalam Dewa Nawa Sanggah, Siwa ditaruh di tengah dalam bentuknya selaku Batara Hyang Guru, beliau selanjutnya bermanifestasi ke semua arah mata angin dan kuasai arah mata angin selaku pengider dalam Bhuwana Agung / semesta alam.
Tuntunan Kanda Pat Dewa mengajar jika semua yang berada di bhuwana agung ada juga di bhuwana alit, hingga Dewa -Dewa yang berada di bhuwana agung sebenarnya ada juga pada tubuh manusia. Disana selanjutnya Dewa Nawa Sanggah dipuji dan diistanakan pada tubuh, hingga badan manusia bakal jadi Dewa. Sebenarnya bhuwana agung dan bhuwana alit ialah satu, hingga apa saja yang berada di bhuwana agung ada di bhuwana alit. Oleh sebab Hyang Widhi sebenarnya ada dan beristana di hati manusia. Jika kita sanggup pahami kehadiran Hyang Widhi dalam kita karena itu kita juga memiliki kesadaran yang serupa dengan Hyang Widhi. Tentang hal mantra yang disampaikan waktu pelajari Kanda pat Dewa ialah: Om bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kahyangan nira ring papusuh, senjatan nira bajra, merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep.
Om batara Brahma, ring daksina prenahira, rupanira bang, kahyanganira ring ati, senjatanira danda, merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon.
Om batara Mahadewa, ring pascima prenahira, rupanira kunig, kahyanganira ring ungsilan, senjatanira nagapasa, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda.
Om batara Wisnu, ring uttara prenahira, rupanira ireng, kahyanganira ring ampru, senjatanira cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, weetunira ring pangwangan.
Om batara Siwa, ring madya prenahira, rupanira mancawarna, kahyangannira ring pijakking ati, senjatanira padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah.
Om Batara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetunira ring adnyana, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angen-angen.
Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, amepeki jagat bhuwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, incar santet teranjana, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumana ring awak sariranku, apan saya sarining Tunjung putih.
Jika kita sanggup angrasukin mantra-mantra di atas, karena itu kita akan sanggup berlaku arif dan sanggup pahami sebenarnya Hyang Guru yang berada di hati kita. Belajar Kanda Pat Dewa, membutuhkan kesabaran, kesabaran dan kepasrahan jika segala hal yang kita bisa sebenarnya ialah seluruh bergantung dari kemurahan dan anugrah Hyang Widhi. Mudah-mudahan dengan sanggup pahami tuntunan ini, umat Hindu Terutamanya yang berada di Bali makin dekat sama keharusan selaku manusia, untuk mendapati sebenarnya apa yang jadi tujuan manusia yakni moksartam jagadhita ya ca iti dharma. Capai moksa di jalan kebenaran.
Kanda Pat Rare
Alam Kanda Pat dikisahkan kelahiran manusia memiliki saudara sekitar empat yang terbagi dalam Anggapati, Prajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja. Pada umur kehamilkan enam bulan terciptalah empat saudara yaitu Babu Lembana, Babu Abra, Babu Ugian, Babu Kekered. Pada usia kehamilan sepuluh bulan lahirlah sang bayi dan saudaranya yaitu ari-ari disebutkan Sang Anta, tali pusar (Sang Preta), darah (Sang Kala), air ketuban (Sang Dengen). Ke-4 saudara ini yang memiara selagi dalam kandung. Saat lahir ke-4 saudara itu pisah dan bertukar nama jadi I Salahir (Anta), I Makahir (Preta), I Mekahir (Kala), dan I Salabir (Dengen), sedang tubuh manusia sendiri disebutkan dengan I Legaprana. Ke-4 saudara yang sudah terpisah itu masih sama-sama ingat keduanya. Selanjutnya kurang lebih sepanjang empat tahun selanjutnya, ke-4 saudara itu sama-sama lupakan, dan menelusuri dunianya sendiri-sendiri. I Salahir ke timur bertukar nama jadi Sang Hyang Anggapati, I Makahir ke selatan bertukar nama jadi Sanghyang Prajapati, I Mekahir ke barat jadi Sanghyang Banaspati, I Salabir ke utara jadi Sanghyang Banaspatiraja.
Selanjutnya ke-4 saudara itu dengan kuat lakukan tapa – yasa dan bertukar nama lagi; - Anggapati bertitel Bagawan Penyarikan berkedudukan di timur, sedang di tubuh manusia tempatnya di kulit.
- Prajapati bertitel Bagawan Mercukunda berkedudukan di selatan, pada tubuh manusia terletak di daging.
- Banaspati jadi Bagawan Shindu Pati berkedudukan di Barat, dalam tebuh manusia tempatnya di urat.
- Banaspatiraja jadi Bagawan Tatul, berkedudukan di utara, pada tubuh manusia tempatnya di tulang.
Dan paling akhir, karena tapanya yang tegar, saudara empat itu mendapatkan panggilan : - Anggapati mendapatkan panggilan Sang Suratma,
- Sang Prajapati berjulukan Sang Jogormanik,
- Sang Banaspati jadi Sang Dorakala, dan
- Sang Banaspatiraja mendapatkan panggilan Sang Maha Saat.
Dalam mitologi disebut jika saat Dewi Uma sudah kembali pada Siwa Loka, karena itu yang tinggal di dunia ialah perwujudan beliau dengan semua karakternya. Jasad ini selanjutnya oleh Dewa Brahma dihidupkan dan jadi empat figur yang disebutkan dengan catur sanak, yaitu : - Anggapati menempati tubuh manusia dan makhluk yang lain. Dia berkuasa mengusik manusia yang kondisinya sedang kurang kuat atau dimasuki gairah angkara murka.
- Mrajapati selaku penghuni makam dan perempatan agung. Dia memiliki hak menghancurkan mayat yang ditanamkan menyalahi waktu/dewasa. dia bisa mengusik orang yang memberi dewasa yang berlawanan dengan ketetapan upacara.
- Banaspati menempati sungai, batu besar. Dia berkuasa mengusik atau mengonsumsi orang yang berjalan atau tidur pada saat-saat yang tidak boleh oleh saat. Misalkan tengai tepet atau sandikala.
- Banaspatiraja, selaku penghuni kayu-kayu besar seperti kepuh, bingin, kepah, dan lain-lain yang dilihat menyeramkan. Ia bisa mengonsumsi orang yang menebang kayu atau naik pohon pada saat yang terlarang oleh dewasa.
Dalam kanda pat Buta disebut bahwa; - Anggapati bermakna saat atau gairah di tubuh kita sendiri.
- - Merajapati bermakna penguasa Durga setra gandamayu.
- - Banaspati direalisasikan berbentuk jin, setan, tonya selaku penjaga sungai, jurang atau tempat kramat. Dan
- - Banaspatiraja direalisasikan berbentuk barong selaku penguasa kayu besar atau rimba.
Selaku tambahan jika jika di Jawa kerap disebutkan dengan Banaspati, yaitu raksasa yang berkepala merah.
Barong berawal dari kata beruang (binatang hutan), selanjutnya berkembang jadi Barung yang berarti berjalan bersama-sama. Misalnya gambelan mebarung, berarti gambelan yang berjejer atau bersamaan. Jadi perubahan kata barong jadi beruang jadi barung dan bersama, karena itu bisa kita definisikan di sini yaitu barong adalah perwujudannya selaku binatang rimba (beruang), dan manfaatnya dalam kehidupan social warga Bali sebagai bersama-sama atau bersamaan. Yang lebih luas kita definisikan selaku simbolisasi dari persatuan dan kesatuan warga. Jadi barong sebagai simbol penyatu.
Jika kita bisa pahami hakekat dan mempelajari dari tuntunan kanda pat ini maka dapat tingkatkan kekuatan religius dan supranatural dari manusia tersebut.
Banaspati sebenarnya gelar Hyang Siwa, yang mengatur kehidupan. Di mana semua kehidupan ialah ciptaan beliau. Banaspati kerap dilukiskan selaku dewa yang horor yang menakutkan. Beliau yang tentukan nasib hidup dan kehidupan seluruh ciptaannya (sarwa bhutesu). Bilamana beliau dalam melakukan pekerjaan dan manfaatnya karena itu beliau selaku figur yang keras, horor, berlaku cepat, adil dan pemasti segala hal. Dalam soal pekerjaan untuk memberi keadilan, karena itu beliau bertitel Hyang Yama, mempunyai pekerjaan mulia selaku penegak keadilan. Dalam jalankan pekerjaannya ditolong oleh beberapa tenaga handal (rencang) yaitu Yama Bala. Pekerjaan khusus beberapa Yama Bala untuk jemput dan memberi lokasi yang cocok untuk beberapa atma yang pengin menghadap Hyang Siwa.
Beberapa atma yang baru datang untuk menghadap Hyang Siwa tidak langsung diterima di Siwa Loka, tapi sebelummnya dicatat lebih dulu oleh rencangan beliau yang namanya Sang Suratma, yang pekerjaan intinya ialah menulis semua sikap manusia saat hidup dalam manusia. Selanjutnya Yama Bala mengantarkan sang atma ke tempat spesial yang disebutkan dengan Tegal Penangsaran. Tempat dengan bermacam keadaan selaku tempat atma terima tindakan sesuai sikapnya di dunia. Ada lokasi yang panas bara, menyakitkan, menakutkan, dan lain-lain. Dalam tempat ini tidak ada tumbuhan, terkecuali beberapa pohon yang berisi beberapa benda tajam dan benda yang lain yang dipakai untuk memberi hukuman ke beberapa atma.
Dalam naskah Tattwa Jnana, Hyang Siwa memiliki sifat sadar (cetana) yang memiliki sifat tidak sadar (acetana). Di saat beliau memiliki sifat sadar, karena itu beliau mempunyai utama sejati sebagia Siwa (Siwa Tattwa), sedang di saat beliau tidak sadar, karena itu beliau memiliki sifat maya sama murthi beliau, yang digelari maya tattwa. Dalam karakter beliau selaku cetana atau Siwa Tattwa, karena itu beliau mencakup Paramasiwattatwa, Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa. Yang khusus ialah kemahakuasaan beliau yang disebutkan dengan cadu sakti. Dengan cadu sakti berikut beliau Hyang Siwa selaku Banaspati, Yama, Sang Suratma dan Yama Raja, sudah memainkan pekerjaan sama murthi beliau. Beliau mempunyai kemahakuasaan yang dasyat yaitu bisa dengarkan semua ciptaan (durasrawana), maha menyaksikan (duradarsana), hingga beliau tidak bisa dikelabui dalam murtinya selaku Banaspati, Yama Raja, Sang Suratma, dan Yamadipati.
Seluruh atma yang datang untuk menghadap Hyang Siwa di Siwaloka, karena itu lebih dulu diterima oleh rencang beliau, termasuk beberapa cikrabala Hyang Siwa. Sesudah seluruh habis proses akseptasi, pendataan, pemberian hukuman, karena itu selaku pemutus khusus ialah Hyang Siwa, apa diterima di alam niskala atau mungkin tidak. Jika tindakannya baik, karena itu dia akan diterima di swarga. Akan tetapi, masihlah ada kembali yang harus dibayar yaitu ada dosa-dosa yang luas. Karena itu di saat itu sang atma dibalikkan ke alam manusia (menjelma) dinamakan swargasyuta.