Arti Hari Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem ialah hari suci untuk umat Hindu, dirayakan untuk meminta karunia dan anugerah dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai namanya, jatuh tiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedang hari Tilem dirayakan tiap malam di saat bulan mati (Krsna Paksa). Ke-2 hari suci ini dirayakan tiap 30 atau 29 hari sekali.
‘Muah ana we utama parersikan nira Sanghyang Rwa Bhineda, makadi, Sanghyang Surya Candra, atita tunggal we ika Purnama mwang Tilem. Yan Purnama Sanghyang Wulan ayoga, yan ring Tilem Sanghyang Surya ayoga ring sumana ika, para purahita kabeh tekeng wang akawangannga sayogya ahening-hening jnana, ngaturang wangi-wangi, canang biasa ring sarwa Dewa pala keuannya ring sanggar, Parhyangan, matirtha gocara puspa wangi"
Ada hari-hari khusus penyelenggaraan upacara persembahyangan sejak dahulu sama nilai kelebihanya yakni hari Purnama dan Tilem. Di hari Purnama, bersamaan dengan Sanghyang Candra beryoga dan di hari Tilem, bersamaan dengan Sanghyang Surya beyoga memohonkan keselamatan ke Hyang Widhi. Di hari suci begitu itu, telah seyogyanya kita beberapa rohaniawan dan seluruh umat manusia menyucikan dianya lahir batin dengan lakukan upacara persembahyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Hyang Widhi.
Di hari Purnama dan Tilem ini seharusnya umat lakukan pembersihan lahir batin. Karenanya, selain bersembahyang melangsungkan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk meminta anugrah-Nya, umat sebaiknya lakukan pembersihan tubuh sama air.
Keadaan bersih secara lahir dan batin ini penting sebab dalam jiwa yang bersih akan tampil pemikiran, pengucapan dan tindakan yang bersih juga. Kebersihan penting dalam merealisasikan kebahagiaan, khususnya dalam jalinan dengan penyembahan ke Hyang Widhi.
Hari Tilem
Hari Tilem merupakan Prabhawa dari Si Hyang Rudra selaku perwujudan Si Hyang Yamadipati (Deva kematian) yang berkekuatan pralina (Pamuliha maring sangkan Paran).
Oleh karenanya umat Hindu secara telaten melakukan persembahan dan penyembahan kehadapan Si Hyang Widhi. Persembahan hari Tilem ditujukan supaya umat Hindu yang telaten melakukan persembahan dan penyembahan di hari Tilem, saat wafat rohnya tidak diberi jalan yang menyimpang (neraka), tapi kebalikannya supaya diberi jalan ke swarga loka oleh Si Hyang Yamadipati (lontar Purwana Tattwa Wariga).
Oleh karenanya menurut panduan sastra Agama Hindu "Lontar Purwa Gama" membimbing umat Hindu supaya terus ingat melakukan suci seperti, terutamanya di hari Purnama dan hari Tilem, untuk menjaga dan tingkatkan kesucian diri, khususnya beberapa Wiku, untuk menyejahterakan alam dan didalamnya sebab seluruh makhluk akan kembali pada hadapan yang Maha Suci, bergantung dari tingkat kesucian semasing.
Proses penyucian diri, menurut panduan Sastra Agama yang penekannya pada, "Suci Seperti", sebab pada realisasinya memiliki kandungan arti yang tinggi sekali, dalam makna pada penekanan itu terjadi penggabungan dari penerapan Catur Yoga, hingga atas kemampuan dari Catur Yoga itu bisa menyucikan Stula Sarira (tubuh Kasar), dan Suksma Sarira (tubuh lembut) dan Antahkarana Sarira (Atma), yang ada dalam diri manusia terutamanya umat Hindu.
Hari Purnama
Biasanya di kelompok umat Hindu, benar-benar yakini berkenaan rasa kesucian yang tinggi di hari Purnama, hingga hari itu disebut dalam kata "Devasa Ayu". Oleh karenanya, tiap hadirnya hari-hari suci yang bersamaan dengan hari Purnama karena itu penerapan upacaranya disebutkan, "Nadi". Tapi sebenarnya tidak tiap hari Purnama disebutkan ayu bergantung dari Patemon dina dalam penghitungan wariga.
Contoh :
• Hari Kajeng Keliwon, jatuh di hari Sabtu, nemu (berjumpa) Purnama, disebutkan hari itu, "Hari Berek Tawukan". Tidak boleh oleh sastra agama melakukan upacara apa saja, dan Si Wiku jangan melakukan pujanya di hari itu (Lontar Purwana Tatwa Wariga).
• Jika Purnama jatuh di hari Saat Paksa, jangan melakukan upacara agama sebab hari itu disebutkan, "Hari gamia" (jagat letuh). Si Wiku jangan memuja.
Dalam Lontar :
"Purwana Tattwa Wariga" diungkapkan antara lain : "RISADA KALA PATEMON SANG HYANG GUMAWANG KELAWAN SANG HYANG MACELING, MIJIL IKANG PREWATEKING DEVATA MUANG APSARI, SAKING SWARGA LOKA, PURNA MASA NGARAN".
Memerhatikan dari isi cuplikan lontar di atas, jika Si Hyang Siva Nirmala (Si Hyang Gumawang) yang beryoga di hari purnama, untuk menganugrahkan kesucian dan kerahayuan (Si Hyang Maceling) pada seisi alam dan Hyang Siva mengutus beberapa Deva dan beberapa Apsari turun ke dunia untuk melihat persembahan umat manusia khusunya umat Hindu kehadapan Si Hyang Siva.
Oleh oleh karena itu disebutkan Piodalan nadi, Galungan nadi, hingga ada tambahan pada volume upakaranya. Selain itu sebab Hyang Siva adalah Devanya Sorga, karena itu umat Hindu terus telaten menghaturkan persembahan dan memujanya kehadapan Hyang Siva tiap hadirnya hari Purnama dengan keinginan untuk umat Hindu supaya sesudah dia wafat, rohnya dapat diberi tempat di Sorga, atau kembali pada alam mokshah.