Notifikasi

Memuat…

DANG HYANG DWIJENDRA ATAU NIRATHA


Untuk buka helaian Kisah Hidup Danghyang Dwijendera lebih dulu saya menghaturkan pangastuti dengan terjemahan dari Dwijendra Stawa dengan tembang Kidung Demung Wilis :


Ya Tuhan, ampunilah kami, mudah-mudahan tidak terkena laknat dan kualat, sebab kami sekarang memuja Dhanghyang Dwijendra yang disebut guru suci, yang menganugerahkan tuntunan ilmu dan pengetahuan suci, Tuntunan Ketuhanan Hindu di Bali berbentuk weda – mantra – nyanyian-nyanyian suci – perilaku – peradaban hidup, dengan 5 yadnyanya, diantaranya Dewa Yadnya, yang terus membuat ketentraman rasa bathin, selamat sentosanya jiwa kami, mudah-mudahan berhasillah harapan kami, Negara kami selamat sejahtera untuk diadakan …


Dalam Dwijendra Tattwa diceritakan seperti berikut :"Pada Periode Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebut seorang Bhagawan yang namanya Dang Hyang Dwi Jendra.


Beliau disegani atas dedikasi yang tinggi sekali pada raja dan rakyat lewat tuntunan-ajaran religius, kenaikan kemakmuran dan mengatasi beberapa masalah kehidupan. Beliau diketahui dalam menebarkan tuntunan Agama Hindu bernama "Dharma Yatra".


Di Lombok Beliau disebutkan "Tuan Semeru" atau guru dari Semeru, nama satu gunung di Jawa Timur."


Dengan kekuatan supranatural dan mata bathinnya, beliau menyaksikan benih-benih kehancuran kerajaan Hindu di tanah Jawa.


Tujuan hati akan melerai beberapa pihak yang benseteru, namun tidak sanggup menantang kehendak Si Pembuat, diikuti dengan bermacam musibah alam yang disinyalir ikut mengambil andil dalam robohnya kerajaan Majapahit (diantaranya ialah musibah alam "Pagunungan Baru"


Pada akhirnya beliau mendapatkan panduan untuk pindah ke satu pulau yang di bawah kekuasaan Majapahit, yakni Pulau Bali.


Saat sebelum ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha pindah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan ke Blambangan.


Beliau pertamanya kali datang di Pulau Bali dari Blambangan seputar tahun caka 1411 atau 1489 M saat Kerajaan Bali Dwipa dipegang oleh Dalam Waturenggong. Beliau mendapatkan wahyu di Purancak, Jembrana jika di Bali perlu ditingkatkan memahami Tripurusa yaitu penyembahan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya selaku :


*Siwa,


*Sadha Siwa, dan


*Parama Siwa.



Dang Hyang Nirarta dipanggil juga Pedanda Sakti Wawu Rawuh sebab beliau memiliki kekuatan supra alami yang membuat Dalam Waturenggong benar-benar takjub hingga beliau dipilih jadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Saat itu Bali Dwipa capai zaman keemasan, sebab seluruh sektor kehidupan rakyat diatur secara baik.


Hak dan keharusan beberapa bangsawan ditata, hukum dan peradilan tradisi/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang berisi riwayat nenek moyang masing-masing soroh/klan diatur. Awig-awig Dusun Tradisi pekraman dibikin, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan aktivitas keagamaan dinaikkan. Disamping itu beliau menggerakkan pembuatan beberapa karya sastra yang berkualitas tinggi berbentuk : tulisan lontar, kidung atau kekawin



Pura-Pura Dang Kayangan yang dibangun dalam serangkaian Dharmayatra Dang Hyang Nirartha



1. Pura Dang Kahyangan Pura Jati


Di Pura Jati ialah mengidentifikasi kehadiran Dang Hyang Nirartha yang bertongkat batang pohon kayu jati. Sebelumnya tempat itu demikian kering. Sesudah Dang Hyang Nirartha menanamkan tongkat batang kayu jati ke tanah, selanjutnya dari bongkahan tanah itu keluarkan air yang jernih. Saat ini bisa kita tonton kejanggalan dan kebesaran Tuhan ini, dan bongkahan pohon kayu jati kembar dempet yang berumur 500-an tahun lebih itu menyembul mata air yang tanpa pernah kering, sekalinya pada musim kemarau.


2. Pura Indra Kila. Pura Indra Kila ialah tempat Dang Hyang Nirartha mengajar berbaga pengetahuan keagamaan ke warga di tempat. Ada banyak bangunan suci yang terkait dengan dharmayatra Dang Hyang Nirartha di Bali, salah satunya:


3. Pura Dang Kahyangan Srijong di Batulumbang, Antap Selemadeg, Tabanan untuk memuja Bhatara Sagara.


4. Pura Dalam Mangening di Renon, tempat pelabuhan Dang Hyang Niratha dan sempat mengajarkan warga bermacam ketrampilan bertani dan pengetahuan kerohanian.


5. Pura Pucak Empelan Dalam Semeru di Belayu, Marga Tabanan. Pura Pucak Empelan Semeru di Belayu Tabanan, ialah pura yang dibuat oleh Dang Hyang Nirartha sedatang beliau lakukan dharmayatra di Lombok. Pembangunan pura ini selaku pertanda kesuksesan Dang Hyang Nirartha mengajarkan Gama Metu Telu di Lombok. Patung Dang Hyang Dwijendra yang disebutkan Tuwan Semeru yang distanakan di pura Pucak Empelan ini menggunakan songkok/peci


6. Pura Katyagan di dusun Kamasan Klungkung. Pura ini ialah sisa pasraman (Gria) Dang Hyang Nirartha waktu jadi purohita kerajaan. Beberapa penyungsung pura Katyagan lagi lakukan pembenahan dan pembaruan pura hingga kekhasannya bertambah lebih asri.


7. Pura Katyagan di dusun Kamasan Klungkung. Pura ini ialah sisa pasraman (Gria) Dang Hyang Nirartha waktu jadi purohita kerajaan. Beberapa penyungsung pura Katyagan lagi lakukan pembenahan dan pembaruan pura hingga kekhasannya bertambah lebih asri.


8. Pura Taman Bagenda di Gelgel. Berdasar buku beraksara Bali " Panataran Batu Lepang Puser Brahmana Kaniten (1958:10) mengatakan, sedatang Dang Hyang Nirartha bersama Dalam Waturenggong dari Teluk Padang, Dalam memerintah ke beberapa abdi beliau di Istana Gelgel (Sweccha Pura) untuk menyilahkan Si Maha Muni tinggal di Taman Bagenda, disamping Utara Pura Landasan Gelgel. Dalam perubahan kerajaan Bali, Pura Taman Bagenda dipakai selaku pasraman tempat tatap muka beberapa wiku kerajaan. Piodalan, Purnamaning Sasih Kapat.


9. Pura Taman Pancaka Tirtha, di dusun Kamasan Klungkung, di dibuat oleh Ida Pedanda Telaga Tawang Cucu Dang Hyang Nirartha. Upacara Anggara Sasih Tambir


10. Pura Engganing, dusun Siku, Klungkung. Tempat pasucian Ida Pedanda Sakti Ender (Talaga), putra Dang Hyang Nirartha. Piodalan Anggara Kasih Tambir.


11. Pura Gemblong, tempat pasucian Ida Bhatari Istri Rai kakak dari Ida Pedanda Sakti Telaga. Tempat ini dipakai Ida Bhatari Istri Rai memperbaiki tuntunan kerohanian yang diterima dari Dang Hyang Nirartha saat sebelum beliau kembali ke Tanah Jawa, yang selanjutnya oleh orangorang Jawa disebutkan Syekh Siti Jenar. Upacara Anggra Kasih Tambir. Pura Grya Giri Taksu Dwijendra/Pura Sakti Mrajan Peling, di Kamasan Klungkung. Dibangunkan oleh Ida Pedanda Sakti Lor, putra Dang Hyang Nirartha.


12Pura Bhatara Sakti Bawu Rawuh, di Subak Jumpung dusun Siku. Pasraman (Gria) Dang Hyang Nirartha di Siku Kamasan. Pura Bhatara Sakti Bawu Rawuh sekarang sedang diupayakan dibuat oleh Ida Pedanda Ketut Keniten Grya Baru Jumpung Dawan Kelod, Klungkung dan Ida Pedanda Gde Grya Jumpung Kamasan, Klungkung. Piodalan Purnama Sasih Kalima.


13. Pura Selang (Pura Grya). Pada tulisan ini penulis inpormasikan pura warisan Dang Hyang Nirartha yang ada di ujung Timur pulau Bali, yakni Pura Selang di dusun Sambil, Karangasem. Pura ini ialah tempat Dang Hyang Nirartha mengajar bermacam pengetahuan lahir dan batin ke warga di tempat, intinya memuja Si Hyang Ibu Pertiwi. Warga di tempat benar-benar yakini kekeramatan pura Selang dusun Sraya ini. Mereka percaya sekali, aura pura bisa menj aga daerah dusun dan semua pandemi dan bencana. Saat ini pura ini sedang diupayakan untuk dipugar kembali lagi.


14. Pura Ponjok Batu di dusun Tim Juntal Buleleng. Tempat Dang Hyang Nirartha bermeditasi dan berdiri memandangi lautan terlepas saat akan meneruskan dharmayatra ke Sasak. Dalam text Dwijendra Tattwa disebut, sesudah beliau sukses menolong beberapa juragan perahu asal Sasak beliaupun turut berangkat ke Sasak. Warga dusun Tim Juntal yang tiap malam melihat cahaya berpijar keluar dan dari batu tempat dang Hyang Nirartha berdiri selanjutnya membangun tempat suci yang diketahui bernama Pura Ponjok Batu.


15. Di Kabupaten Dompu, NTB. Pura Giri Tambora/Pura Agung Jagat Tambora. Kehadiran Dang Hyang Nirartha di Pegunungan Tambora, Sumbawa mengajarkan warga petani di situ bermacam ketrampilan berkebun, terhitung mengajarkan tata langkah menangani hama penyakit tanaman. Dang Hyang Nirartha pernah membangun tempat suci di situ untuk membentengi kepercayaan warga di tempat. Lama tempat suci ini terkubur oleh material letusan Gunung Tambora yang berlangsung di tahun 1818. Sekarang di pedalaman Pegunungan Tambora yang diprediksi pas ada di atas sisa puing-puing pura warisan Dang Hyang Nirartha itu sudah berdiri tempat suci yang istimewa, dengan luas beberapa puluh Ha, yang disungsung oleh umat Hindu di Sumbawa. Pemugaran dan pembangunan pura ini mendapatkan kontribusi dari Dirjen Bimmas Hindu Kementerian Republik Indonesia, Pemprop Bali, Kabupaten-Kota di Bali dan pemerintahan di tempat.


16. Pura Dalam Suniantara di Banjar Batan Nyuh Dusun Pamecutan klod Denpasar. Persisnya alamat pura saat ini ialah di Jalan Imam Bonjol Tegal, di muka Kantor Pemadam Kebakaran. Upacara wali jatuh tiap enam bulan sekali, yakni di hari Redite (Minggu) Kliwon Watugunung. Penyungsung pura ialah masyarakat kota Denpasar. Sedang yang mengingati aci-aci tiap hari besar keagamaan ialah masyarakat Batan Nyuh. Kehadiran pura erat berkaitan dengan kehadiran Dang Hyang Nirartha di dusun Batan Nyuh menolong menepis banjir besar yang mencelakakan warga dan merusak tempat tinggal Batan Nyuh Dusun Buagan. Waktu beliau menepis banjir, teteken beliau distanakan pada suatu lokasi yang selanjutnya oleh warga dibangun Pura Suniantara, untuk kenang kembali kehadiran Dang Hyang Nirartha dalam tempat itu. Upacara wali jatuh pada tiap hari Minggu Kliwon Watugunung. Di hari Minggu Kliwon Watugunung, tanggal 17 April 2011 bersamaan dengan Purnama Jyesta dikerjakan upacara Kreasi Padudusan Agung Pangatep Wreaspati Kalpa. Bangunan khusus berbentuk Padma Tiga stana Si Hyang Tri Purusa, Siwa, Sadha Siwa, Parama Siwa.


17. Pura Sari di Gria Agung Tegal, sisa puri Arya Tegeh Kori di Tegal Denpasar. Pura di sungsung masyarakat Brahmana Tegal. Upacara wali dikerjakan tiap satu tahun sekali yakni di hari Purnama Kasa. Riwayat pura terkait dengan kedatangan Dang Hyang Nirartha di Puri Arya Tegeh Kori Tegal atas undangan Arya Tegeh Kori, sesudah sukses menepis banjir besar di Buagan. Seperginya Dang Hyang Nirartha, Arya Tegeh Kori membangun tempat suci di mana Dang Hyang Nirartha sudi duduk bermeditasi. Terakhir hari, sebab satu kejadian riwayat, masyarakat puri Tegeh Kori berpindah ke dusun Tegal Tamu Gianyar persisnya Puri Tegal Tamu Gianyar. Sepindah Arya Tegeh Kori ke Tegal Tamu, selanjutnya tempat suci kenang kembali kehadiran Dang Hyang Nirartha di puri Tegeh Puri Tegal selanjutnya disungsung oleh masyarakat Brahmana Tegal sampai saat ini.


18. Giriya Pita Maha, Dusun Mas Ubud. Bangunan suci ini sedang diupayakan oleh Ida Bagus Ketut Bali Putra bersama masyarakat dunia, memperantai inspirasi besar Dang Hyang Nirartha (Beliau Yang Abadi Kekal) selaku Giriya Pita Maha atau inisiator agung jagat raya. Di Giriya Pita Maha disimpan pusaka pustaka suci Mahasaraswati (Pustaka Lontar menerangkan rahasia langit) yang sangat benar-benar dikeramatkan. Ida Bagus Ketut Bali Putra bersama Ida Pedanda Gde Lila Arsa, Gria Taman Sukawati dan beberapa bakta yang tiba dari seluruh dunia benar-benar menghargai dan memercayai pustaka lontar ini ialah Maha Tubuh Wadag Dang Hyang Nirartha, yang sudah dan nantinya tercipta dari aksara suci pustaka suci dan kembali lagi tersisa kawistara kawiajiiananira ring bwana mwang bawana dan "janji besar big bang" maha kreta samayanira, karma tan paphala Saya phalanya. Upacara piodalan Sabtu Kliwoan Watugunung, bersamaan dengan Piodalan Si Hyang Aji Saraswati.


Arca Si Hyang Brahma Le Lare Ratuning Wisesa. Putra Brahma yang Agung, keluar dan berkembang menyambut dan mencipta peradaban jagat baru. Dunia baru dari Timur untuk semesata raya. Kawi-Bali, Pa-Bali, titik balik membuat pembuatan-demi pembuatan mengikut proses kreasi bangsa dari sudut pandang Bali (ilmu-ilmu Bali) surgawi. Mahayu-hayuning bhawana mwang buwana, kerahayuan jagat dengan semua didalamnya. Jadi kepercayaan, tidak ada yang semakin besar dan kuasa dari-Nya. Hagiografis katakata mukjijat karunia Dang Hyang Dwijendra ke putra Beliau di Pasraman Mas, ahli waris pusaka Si Hyang Mareka, Mahasaraswati; Ang Ung Mang mijil Si Hyang Tri Sakti, Si Bukbuksah-Sang Gagakaking, patemon Siwa-Buddha Sakti patwa Si Hyang Brahma Le Lare pinaka Ratuning Wisesa. Mantram harus ngutpeti karana, mendatangkan dan hidupkan perwujudan Si Hyang Brahma Le Lare Ratuning Wisesa.


Arca Si Hyang Brahma Le Lare Ratuning Wisesa, lambang perwujudan "twah agung" Dang Hyang Dwijendra ini dimuliakan oleh Ida Pedanda Gde Lila Arsa (Griya Taman Sukawati) bersama warga Br. Blah Tanah, Sakah-Gianyar. Perwujudan, panca dattu, dan sukat (rasio) dioramanya karunia dari Giriya Pita Maha, yang diingatkan oleh Griya Gin Kencana, Mas-Gianyar bersama warga Br. Blahtanah, Sakah — Mas dan warga luas yang lain. Piodalan Si Hyang Brahma Le Lare Ratuning Wisesa, jatuh tiap Anggara Kasih (Selasa Kliwon) Medangsia, enam bulan sekali. Mereka yang menghaturkan bakti bukan saja dari Br, Blahtanah- dusun Sakah, dan juga warga dusun Mas, Batubulan, dan pengguna jalan jalur Denpasar, Gianyar—Klungkung.


Dari ke-55 pura yang penulis tulis ini belum masukkan berpura-pura yang terkait dengan dharmayatra Dang Hyang Nirartha di Lombok, seperti (56) Pura Kaprusan, (57) Pura Batu Bolong, (58 Batu Monitor, (59) Pura Baleku, (60) Pura Sesela (Baru Butir), (61) Pura Muter Jagat, (62) Pura Baleku, dan yang lain sama seperti yang diterangkan dalam bab pengkajian "Dharmayatra Dang Hyang Nirartha di Pulau Lombok dan Sumbawa".


Sebenarnya ada banyak beberapa tempat suci untuk memuliakan dharmayatra Dang Hyang Nirartha yang cuman dipiara dan dijumpai warga di tempat atau oleh masyarakat spesifik saja. Mereka telaten memiara bangunan sucinya itu, hanya sebab memperoleh pekerjaan jaga pusaka peninggalan dari Dang Hyang Nirartha, seperti pada dusun Mas Ubud Gianyar, di dusun Kamasan Klungkung, Pura Karangasem di tepi pantai samping Utara Patung Ngurah Rai di Tuban Denpasar dan di beberapa tempat yang lain. Sering beberapa tempat yang disucikan ini jadi pusat-pusat perguruan olah spiritual atas nama universalitas religius.




Turunan Danghyang Nirartha :


Brahmana Kemenuh,


Brahmana Manuaba,


Brahmana Kaniten,


Brahmana Mas, dan


Brahmana Patapan.


*10 (sepuluh) pesan


Dari Dang Hyang Nirartha*


1. Tuwi ada ucaping haji, khusus ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring si ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. ( bait 5)


Terjemahan :


Ada sesungguhnya perkataan ilmu dan pengetahuan khusus,


Orang yang membuat telaga jumlahnya 100, kalah kelebihannya itu oleh orang yang lakukan korban suci sekali


Korban suci yang 100 ini, kalah oleh anak baik seorang.


2. Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, si sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak tui imbuhnya. ( bait 6)


Terjemahan :


Ayahnda memberitahumu anakku, tata langkah jadi anak, "jangan durhaka pada nenek moyang",


orang yang disebutkan guru, tiga jumlahnya yang disebutkan guru,


Guru reka


Guru prabhu


Guru tapak (yang mengajarkan) itu.


3. Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara talenta ingsak. ( bait 8)


Terjemahan :


Lebih bagus berhati-hati dalam bicara, ke seluruh orang,


Tidak akan ternodai turunannya


Tidak ada yang akan memaki-maki


Lebih bagus berhati-hati dalam berjalan,


Karena kaki tidak akan terganjal,


Tidak mencapai kotoran.


4. Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, pantas tingkahe bikinang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggon malihat, mamedasin saya pantas, da jua tingkah malihat. ( bait 10)


Terjemahan :


Mulai saat ini kerjakan, lakukan berdua,


Pantas prioritaskan perilaku yang betul,


Seperti memakai mata, fungsinya untuk menyaksikan,


memerhatikan perilaku yang betul,


jangan sekedar hanya menyaksikan.


5. Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehang, ningehang raose melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-dingehang, kranannya mangelah cunguh, anggon ngadek twah fungsinya. ( bait 11)


Terjemahan :


Manfaat punyai telinga, sesungguhnya untuk dengar,


dengar kalimat yang betul,


camkan dan taruh dalam hati,


jangan segala hal didengar.


6. Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, pantasang jua agrasayang, apang dapat jwa ningkahang, gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne pantas jwa ucapang. ( bait 12)


Terjemahan :


Jangan segala hal di cium, berlagak baru bisa mencium, baik-baiklah triknya rasakan, supaya bisa melakukannya


Manfaat mulut untuk bicara, jangan bicara asal-asalan, hal yang betul sebaiknya disampaikan.


7. Ngelah lima da ja gudip, apikin jua nyemakang, apang pantase talentaang, wyadin batise perlakuang, yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laris, katanjung bena nahanang. ( bait 13)


Terjemahan :


Mempunyai tangan jangan jahil, berhati-hati memakai, supaya terus mendapatkan kebenaran.


Begitupun dalam melangkahkan kaki, waspadalah melangkahkannya, jika kesandung tentu kita yang meredam (menanggung derita) nya.


8. Awake pantas gawenin, apang manggih karahaywan, da maren ngertiang awak, waluya matetanduran, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. ( bait 14)


Terjemahan :


Kebenaran sebaiknya dibuat, supaya mendapati keselamatan,


jangan berhenti-hentinya melakukan perbuatan baik, ibaratnya seperti berkebun


tata langkah dalam berlagak laris, jika rajin menanam


mustahil tidak sukses.


9. Tingkah ne melah pilihin, membuka anake ka pasar, maidep matetumbasan, masih ya nu mamilihin, twara nyak meli ne hancur, twah ne melah tumbas ipun, taat ring ma mwatang tingkah. ( bait 15)


Terjemahan :


Pilih tindakan yang bagus,


seperti orang ke pasar,


dengan maksud akan belanja, masih tetap pilih, tidak ingin beli yang hancur,


tentu yang bagus dibelinya, sama seperti dengan pilih perilaku.


10. Tingkah ne melah pilihin, da manganggoang tingkah hancur, saluire kaucap hancur, wantah tercela ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laris, keto cening sujatinnya. ( bait 16)


Terjemahan :


Pilih perilaku yang bagus,


jangan ingin menggunakan perilaku yang jahat, benar-benar nista nilainya,


ditambahkan lagi tanpa dicintai warga, dimanapun dibawa tidak akan laris,


demikianlah sesungguhnya anakku.


Sumber : Riwayat Puri Pemecutan, tanggapan dalam satu posting di Komunitas Dialog Jaringan Hindu Nusantara (ref2)


Dalam babad brahmana dikisahkan, Dang Hyang Nirartha yang dipanggil dengan beberapa nama, sebelumnya Beliau tinggal di asrama bersama ayahnya di Wilwatikta.


Dan dekati beberapa detik akhir untuk parama moksha, seperti yang disebut dalam cuplikan artikel smb balinese, sad kahyangan, Danghyang Dwijendra (nirarta) menyucikan diri dan mulat sarira lebih dulu. Dalam tempat ini sampai saat ini berdirilah satu pura yang disebutkan Pura Pangleburan yang berada di Banjar Kauh Dusun Tradisi Pecatu.


Sesudah menyucikan diri, beliau meneruskan perjalanannya ke arah posisi ujung barat daya Pulau Bali. Tempat ini terdiri dari batu-batuan tebing.


Jika jadi perhatian dari bawah permukaan laut, terlihat sama-sama bertindih, berupa kepala menempati di atas batu-batuan tebing itu, dengan ketinggian di antara 50-100 mtr. dari permukaan laut. Dengan begitu disebutkan Uluwatu. Ulu berarti kepala dan watu bermakna batu.


Saat sebelum Danghyang Dwijendra parama moksha, beliau panggil juragan perahu yang pernah mengantarnya dari Sumbawa ke Pulau Bali.


Juragan perahu itu namanya Ki Pacek Nambangan Perahu. Si Pandita minta bantuan supaya juragan perahu bawa baju dan tongkatnya ke istri beliau yang ke-4 di Pasraman Griya Sakti Mas di Banjar Pule, Dusun Mas, Ubud, Gianyar. Baju itu berbentuk jubah sutra warna hijau muda dan tongkat kayu.


Sesudah Ki Pacek Nambangan Perahu pergi ke arah Pasraman Danghyang Dwijendra di Mas, Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh selekasnya ke arah satu batu besar di samping timur onggokan batu-batuan sisa candi warisan Kerajaan Sri Wira Dalam Kesari.


Di atas batu itu, Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh beryoga mengranasika, seperti keris terlepas karena sangat urangka, raib tiada sisa, amoring acintia parama moksha.


Demikian, semenjak Danghyang Dwijendra yang disebutkan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh parama moksha atau disebutkan Ngaluhur Uluwatu, pura ini disebutkan Mulia Uluwatu.


Baca Juga
Posting Komentar