Kisah Lubdaka Di Malam Siwaratri
Lubdaka ialah seorang kepala keluarga yang menjaga keluarganya dengan memburu binatang di rimba. Hasil buruannya beberapa diganti sama barang keperluan keluarga dan beberapa untuk dikonsumsi dengan keluarganya. Ia benar-benar rajin bekerja dan cukup pakar, hingga tidaklah aneh jika ia terus pulang bawa banyak hasil buruan.
Hari itu, Lubdaka memburu seperti mestinya dalam rimba. Dibawa seluruh perlengkapan tiada mengenali capek. Namun hari itu berlainan dengan hari umumnya, sampai mendekati sore lubdaka belum mendapatkan hasil buruannya. Jika sampai saya pulang tidak bawa hasil buruan, makan apa keluargaku di dalam rumah? Pemikiran itu membuat lubdaka semangat semakin tinggi, sangat jarang makin cepat dan penglihatan mata lagi cari binatang buruan. Tiada berasa hari telah gelap dan lubdaka ada di tengah-tengah rimba. Lubdaka memilih untuk tinggal di rimba dan cari lokasi yang aman.
Lubdaka menyaksikan ada satu pohon jika yang cukup tua dan terlihat kuat di tepi satu telaga air yang tenang. Ia memanjat tangkai pohon itu dan cari status yang tenteram untuk bertumpu. Lubdaka usaha tidak untuk tidur sebab takut jika jatuh. Supaya tidak tertidur lubdaka menuai satu demi satu daun jika dan menjatuhkannya ke bawah, hingga berkenaan Lingga yang berada di bawahnya. Lubdaka sendiri tidak mengetahui jika malam itu ialah malam Siwalatri, di mana Dewa Siwa tengah lakukan yoga.
Satu demi satu daun berguguran, lubdaka mulai menyesali semua tindakan jahat yang pernah ia kerjakan sejauh hidupnya. Di atas pohon lubdaka berkemauan untuk stop jadi pemburu.Lamunan panjang Lubdaka akan dosa-dosanya seakan percepat waktu. Rasa-rasanya baru sesaat saja Lubdaka melamun, tetapi tiba-tiba pagi juga datang. Itu memvisualisasikan jika dosa-dosa yang pernah dilakukan telah kebanyakan dan tidak dapat diingatnya satu demi satu kembali pada waktu satu malam. Sebab telah pagi, dia beres-beres-kemas pulang ke tempat tinggalnya. Semenjak hari itu, Lubdaka berpindah pekerjaan selaku petani. Tetapi, petani tidak memberikannya banyak kegesitan gerak, hingga badannya mulai kaku dan sakit, yang makin bertambah kronis dari waktu ke waktu. Sampai, pada akhirnya ini membuat Lubdaka wafat.
Diceritakan seterusnya, arwah Lubdaka, sesudah terlepas dari jasadnya, melayang di angkasa. Arwah Lubdaka bingung tidak paham jalan harus ke mana. Pasukan Cikrabala selanjutnya tiba akan mengantarnya ke kawah Candragomuka yang ada di Neraka. Ketika itu, Dewa Siwa tiba menahan pasukan Cikrabala bawa arwah Lubdaka ke kawah Candragomuka. Di sana, berlangsung dialog di antara Dewa Siwa dengan pasukan Cikrabala. Menurut pasukan Cikrabala, arwah Lubdaka harus dibawa ke neraka. Ini karena, saat dia hidup, dia sering membunuh binatang. Opini itu mendapatkan respon lain dari Dewa Siwa. Menurut Dewa Siwa, meskipun Lubdaka sering membunuh binatang, tetapi dalam satu malam pada malam Siwaratri, Lubdaka bergadang tadi malam jemu dan menyesali dosa-dosanya di masa lampau. Hingga, arwah Lubdaka memiliki hak memperoleh pengampunan. Singkat kata, arwah Lubdaka pada akhirnya dibawa ke Siwa Loka.
Malam Siwaratri terus dihubungkan dengan narasi Lubdaka yang dikarang oleh Mpu Tanakung seorang Mpu besar di jamannya. Siwaratri disimpulkan selaku "malam Siwa" sebab di hari itu Tuhan yang bermanifestasi selaku Si Hyang Siwa / Dewa Siwa yang lakukan yoga tadi malam jemu untuk menyatu dosa manusia. Umat Hindu rayakan Hari Siwaratri untk meminta ampun atas dosa manusia yang sudah dikerjakan. Pada malam Siwaratri ada tiga brata yang perlu dikerjakan:
1. Mona: Tidak Bicara
2. Jagra: Tidak Tidur
3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum
Siwaratri tiba satu tahun sekali tiap purwani Tilem ketujuh (bulan ketujuh) tahun Caka.
Searah dengan perubahan dan kepandaian religius di Zaman Kali, pengartian kata "peleburan" jadi pro-kontra sebab tidak searah dengan hukum karma. Seluruh punyai pemikiran dan langkah tafsiran yang berbeda. Sebaiknya momen malam Siwaratri ini buat penyadaran diri untuk membenahi kehidupan kita di dunia.