PURA ERJERUK
PURA ERJERUK
Sebelumnya Bali cuman ada satu kerajaan. Perjalanan politik di Bali sebenarnya melahirkan ada sembilan kerajaan. Dari kerajaan itu ada yang pernah tidak pas keduanya. Bahkan juga, ada yang sampai berperang. Perihal ini pula yang kemungkinan memunculkan ada perombakan ada catatan lontar mengenai kehadiran Sad Kahyangan di Bali. Pura Erjeruk itu ialah Pura Kahyangan Jagat. Sebab Pura Sad Kahyangan atau Pura Dang Kahyangan sama Pura Kahyangan Jagat. Berarti pura itu selaku fasilitas penyembahan umum dengan tidak membeda-bedakan asal mula keluarga. Asal dusun atau karier umat penyembahannya.
Semasing kerajaan tentukan Sad Kahyangannya sendiri-sendiri. Ini tentu saja tak perlu dipermasalahkan terlalu berlebih. Sebab yang paling penting tiap kerajaan mempunyai komitment untuk memuja Tuhan dengan ide Sad Kahyangan untuk melestarikan Sad Kerti. Sebab kehidupan di daerah kerajaan bisa menjadi imbang jika beberapa unsur Sad Kerti itu memperoleh perhatian secara imbang dan terintegrasi.
Atma Kerti untuk membuat kesucian Atman supaya jadi elemen yang paling kuat mengatur kehidupan tiap umat manusia. Jika kesucian Atman yang menguasai pada diri manusia, karena itu sikap yang ditampilkan tentu sikap yang paling kuat mengatur kehidupan tiap umat manusia. Jika kesucian Atman yang menguasai pada diri manusia, karena itu sikap yang ditampilkan tentu sikap yang berakhlak mulia dengan ketahanan psikis yang kuat.
Demikian pula elemen Samudra Kerti, Wana Kerti dan Danu Kerti harus memperoleh perhatian. Tiga elemen Sad Kerti ini harus memperoleh perhatian yang benar-benar. Sebab tiga elemen alam ini benar-benar tentukan suburnya satu daerah untuk produksi beberapa bahan makanan keperluan primer untuk tiap makhluk hidup. Dengan lestarinya tiga sumber alam itu karena itu kehadiran lingkungan alam akan aman memberi kehidupan ekonomi warga kerajaan.
Elemen Jagat Kerti dan Jana Kerti ini elemen yang penting memperoleh perhatian. Jagat Kerti membuat kehidupan sosial yang bisa memberi perasaan aman dan selaku tempat untuk penuhi keperluan sosiologis umatnya. Keperluan sosiologis itu ialah keperluan akan kasih sayang lingkungan. Dari hal itu akan tampil kerja sama antarsesama untuk sama-sama tolong dalam melalui kehidupan ini.
Dengan Jagat Kerti bisa dibuat kehidupan sosial yang bermutu. Sedang dengan Jana Kerti bisa dibuat individu-individu yang sehat secara fisik, tenang secara rohani dan profesional dalam jalankan hidupnya. Perhatian pada enam hal yang disebutkan Sad Kerti itu yang diinginkan tampil dari penyembahan Tuhan lewat Pura Sad Kahyangan.
Sad Kerti selaku ide hidup yang universal itu selaku benang merahnya penyembahan Tuhan di Pura Sad Kahyangan. Karenanya tidak memerlukan Sad Kahyangan yang berbeda itu dipersoalkan. Begitu jugalah hal Pura Erjeruk pada jaman dulu jadi tanggung jawab seluruh kerajaan di Bali.
Seterusnya Pura Erjeruk ini diempon oleh tiga belas subak di seputar Sukawati, Kabupaten Gianyar. Meskipun begitu, waktu dilaksanakan upacara pujawali tiap Buda Kliwon Pahang banyak pula umat dari bermacam wilayah Bali sembahyang di Pura Erjeruk, Sukawati, Kabupaten Gianyar. Meskipun begitu, waktu dilaksanakan upacara Pujawali tiap Buda Kliwon Pahang banyak pula umat dari bermacam wilayah Bali sembahyang di Pura Erjeruk, Sukawati ini.
Pura Erjeruk dikatakan sebagai Pura Dang Kahyangan sebab di pura ini ada Manjangan Saluwang selaku penyembahan orang suci Mpu Kuturan dan Meru Tumpang Tiga selaku pumujaan Dang Hyang Nirartha. Dua figur ini sebagai Dang Guru atau selaku Adi Guru Loka pada jamannya. Ada dua Dang Guru itu yang mengisyaratkan Pura Erjeruk ini pernah berperan secara intens selaku mecara intens selaku medium pengajaran kerohanian umat, hingga Pura Erjeruk bisa dikatakan sebagai Pura Dang Kahyangan.
Dua figur Dang Guru selaku Adi Guru Loka itu jadi gurunya raja dengan rakyatnya hingga kehidupan kerajaan bisa berjalan dengan baik dan lumrah. Yang memperkuat opini jika Pura Erjeruk ini selaku Pura Dang Kahyanga ialah ada dua patung pendeta suami-istri dengan sikap Tri Kona. Yang lanang duduk dengan sikap padmasana, sedang yang istri duduk dengan sikap bajrasana.
Sikap Tri Kona ini menggambar jika peranan pandita selaku Adi Guru Loka untuk memberikan sikap hidup Tri Kona pada rakyat. Sikap Tri Kona itu untuk menggerakkan rakyat supaya dalam kehidupannya ini imbang untuk lakukan Utpati yakni mencipta suatu hal yang pantas dibuat. Stithi yakni membuat perlindungan suatu hal yang sepaturnya dilindungi. Pralina yakni aktif lakukan usaha pralina pada suatu hal yang telah kedaluwarsa dan benar-benar sepantasnya telah di-pralina.
Di Pura Erjeruk, Sukawati di Madya Mandala atau halaman tengah ada Pelinggih Gedong selaku stana Ratu Gede atau orang besar yang pernah berkuasa di Bali. Kabarnya pelinggih itu selaku stana arwah suci Dalam Watu Renggong. Pelinggih ini untuk mengingati waktu Dalam Watu Renggong menaklukkan Dalam Juru di Blambangan, Jawa Timur. Dalam pengin meningkatkan pertemanan melalui perkawinan dengan melamar putri Dalam Juru. Entahlah apa penyebabnya lamaran Dalam Watu Renggong ditampik dengan tidak terhormat.
Kabarnya, gambar Dalam Watu Renggong yang dikirimkan ke Blangbangan dipandang buruk oleh Putrinya Dalam Juru. Sebab penampikan yang tidak dengan hormat itu Dalam Watu Renggong mengutus Patih Ularan dengan pasukannya menyerbu Dalam Juru. Dalam Juru bisa dibunuh oleh Patih Ularan pada suatu pertarungan yang memiliki sifat kesatria. Karenanya Dalam Watu Renggong disebutkan Ratu Gede distanakan di Pelinggih Gedong di area madya mandala Pura Erjeruk. Di samping utara Gedong Ratu Gede ini ada Palinggih Dugul stana Ratu Nganten selaku tempat suami-istri meminta putra untuk pasangan yang susah memperoleh anak dalam perkawinannya.
Pura Erjeruk ini selaku tempat langsungkan upacara Nanggluk Menderita biasanya dikerjakan waktu Sasih Keenem. Karenanya di Pura Erjeruk ada Pelinggih Tugu pesimpangan Ratu Mas Mecaling atau Ratu Gede Nusa di samping selatan pada area jaba segi. Umat Hindu khususnya di Bali Selatan benar-benar percaya Ratu Gede Nusa berikut yang selaku pengontrol hama. Karenanya upacara Nanggluk Menderita ini selaku medium untuk menghidupkan Ratu Gede Nusa supaya hama itu dikontrol oleh beliau supaya tidak mengusik pertanian warga. Ratu Gede Nusa itu yang kuasai hama itu.